Thursday, December 27, 2012

Akhir Sebuah Kisah

Aku mengenalmu. Terkadang kau membantuku. Terkadang kau memarahiku karena kesal. Terkadang kita hanya terduduk mengomentari pekerjaan karena lelah. Hanya saja kita tidak mengenal dengan dekat.

Namun aku mendengar kisahmu.

Sikapmu yang jutek terkadang centil, aku masih mengingatnya. Dan sikapmu yang cuek serta masa bodoh, aku pun masih mengingatnya. Sikapmu seakan kau buat sebagai tameng untuk berlindung.

Dan aku masih mendengar kisahmu.

Kau selalu membagi kebahagiaan dan  membungkus rapat kesedihan dengan segala kekuatan yang kau miliki. Kau tidak pernah membaginya bahkan dengan sahabatmu. Kita memiliki cara yang berbeda dalam menjalani kehidupan. Mungkin itulah caramu. Berbagi kebahagiaan.

Aku masih mendengar kisahmu.

Kudengar kau sukses di tempat kerja baru dan kau tetap menyimpannya. Hanya membaginya dengan sabahatmu. Sebuah kesenangan yang kau bagi kembali tanpa sedikitpun kesedihan. Karena kau menjaga kesedihan dengan baik sehingga tak ada yang mengetahuinya.

Dan kisahmu mulai berakhir.

Sekarang kau terbebas dari segala kesedihan dan tidak perlu menyembunyikan apa pun. Tuhan telah menghapuskannya dengan membawamu ke sisi-Nya. Membebaskanmu dari kesedihan dan penderitaan yang kau rasakan.

Sekarang kisahmu telah berakhir.

Kau meninggalkan kesedihan dan kerinduan.
Terlantun untaian doa yang indah dari para sahabat, mengiringi perjalananmu untuk bertemu dengan-Nya.
Terimalah kebaikan dan kebahagiaan yang telah disebarkan selama hidupnya, ya Robb. Amiinn.

Selamat jalan temanku.

Tribute to I. P. A
12.26.12

Saturday, November 03, 2012

Quote

"The difference between a design brief with just the right level of constraint and one that is overly vague or overly restrictive can be the difference between a team on fire with breakthrough ideas and one that delivers a tired reworking of existing ones." _Change_by_Design_Tim_Brown

The Superb Team

Beberapa hari belakangan. Mungkin lebih tepatnya dua bulan ini load pekerjaan tinggi. Dan hampir dua bulan ini sering lembur gila-gilaan. Kenapa gila-gilaan? Karena lemburnya sudah tidak memakai aturan waktu. Lembur sampai jam 3 pagi dan besoknya masuk kerja kembali jam 9. Sabtu minggu pun tetap masuk seakan-akan dilahirkan untuk bekerja 24 jam setiap harinya. Cemooh, sindiran, ledekan, makian, dan rasa heran yang datang dari teman ataupun kerabat berangsur-angsur menjadi teman dalam keseharian. Seakan tidak dapat dielakkan, cap sebagai tim yang selalu pulang malam pun melekat erat pada kami. Jika sekali waktu pulang sesuai jadwal atau "teng go", pandangan penuh heran menghujani kami bertubi-tubi.

Sebenarnya tidak hanya orang-orang di sekeliling kami saja yang merasa heran, kami pun heran. Kenapa kami begitu rela dan mau untuk bekerja seperti itu? Jika ada yang bertanya, "kok mau sih?" Kami sendiri pun tak dapat menjawabnya. Hanya jawaban klise, "ya, mau bagaimana lagi," keluar dari mulut kami. Kalau dipikir secara rasional, apa yang kami lakukan dan dapatkan tidak seimbang. Memang kami mendapatkan upah lembur, tetapi ada beberapa yang tidak dikarenakan terbentur peraturan. Namun jika dihitung-hitung kembali tidak sesuai dengan pengorbanan kami. Kami mengabaikan waktu istirahat, waktu bersosialisasi, waktu berkumpul bersama keluarga, dan waktu-waktu pribadi lainnya. Namun satu yang pasti adalah kami mengabaikan kesehatan kami. Memang saat ini kami masih muda tapi bukannya apa yang dituai di hari tua adalah yang ditanam di kala muda. Kalau di saat muda tidak menjaga kesahatan bukankah berarti kita menabung penyakit untuk hari tua nanti. Badan yang semakin hari semakin besar bukan pertanda kesenangan dan kemakmuran. Stres juga bisa memicu pembesaran badan sebagai efek dari nafsu makan tidak sehat. Bahkan sudah banyak penelitian yang mengatakan bahwa bekerja lebih dari 10 jam serta begadang tidak bagus bagi kesehatan karena dapat memicu penyakit seperti jantung dan diabetes.

Keheranan lainnya adalah kenapa hanya tim kami yang bekerja seperti tidak ada aturan waktu? Memang ada tim yang lembur juga tetapi tidak 'sekeren' kami tentunya. Dan bahkan ada tim yang tidak pernah lembur dan jika diminta lembur sebentar menimbulkan reaksi berlebihan seakan dunia mau runtuh. Jadi sebenarnya apa yang salah? Pekerjaannya yang terlalu banyak, kekurangan karyawan, atasan yang tidak manusiawi, atau bahkan perusahaannya yang tidak manusiawi? Sepertinya hanya Tuhan yang mampu menjawab pertanyaan tersebut. Sebab perusahaan terkesan tidak peduli dengan kegiatan lembur kami yang sungguh di luar nalar. Atau jangan-jangan mereka merasa senang dan bangga dengan kegiatan lembur kami?!

Di luar semua itu, ada satu hal yang pasti yaitu kami adalah keluarga yang akan saling bahu-membahu. Karena bisa dibilang, secara tidak sadar hal yang mendasari kenapa kami rela untuk bekerja seperti itu adalah rasa kekeluargaan dan solidaritas tim yang kuat. Tidak peduli bagaimana sikap atasan atau pun rekan-rekan kerja yang lain, yang terpenting adalah kami satu tim dan kami keluarga.

Anggap saja ini sebagai pelajaran untuk menempa diri agar menjadi pribadi yang kuat dan siap menghadapi segala rintangan yang ada (kalimat pembelaan diri). Semoga ke depannya setiap pribadi di tim ini menjadi pribadi yang sukses dan dapat belajar dari pengalaman hidup ini. Dan semoga kami diberi kesehatan, kebahagiaan serta senantiasa dalam perlindungan Tuhan. Aamiin.

0712. Dipersembahkan untuk The Superb Team members: L, T, Double D, A, & W.

Saturday, June 16, 2012

Karyawan atau babu?


Pertanyaan itu tiba-tiba saja muncul dalam benak. Kamu itu karyawan atau babu? Pertanyaan itu hanya singgah sejenak, namun meninggalkan pergolakan yang panjang. Kamu itu kerja kantoran dengan pakaian necis dan titel bergengsi di perusahaan bergengsi pula. Tapi, kenapa kamu diperlakukan seperti babu? Kerja diperintah seenak-udelnya sama atasan. Ada jam kerja tapi seperti tidak ada. Kerja yang diperjanjian awal seminggu 40 jam alias 8 jam sehari, tapi kok jadi 15 jam sehari bahkan terkadang 18 jam sehari. Yang babu saja tidak sampai segitunya. Mereka jam 7 malam sudah bisa menikmati sinetron kesayangan sambil pegang tisu untuk menyeka air mata karena terharu atau memukul-mukul bantal dengan kesal ketika melihat tokoh kesayangan dicelakai. Bahkan mereka bisa kerja dengan santai ketika majikan sedang kerja atau pergi. Nah, kalau majikan jalan-jalan bisa ikutan walaupun harus membawakan barang sang majikan yang super banyak. Majikan makan enak bisa kebagian juga walaupun sedikit. Yah, meskipun terkadang mereka diperlakukan sedikit kasar dan semau majikan. Namun itu dianggap hal wajar sebab mereka berada di mata rantai terendah dan bukan orang berpendidikan tinggi.
Lalu bagaimana dengan kamu? Berpendidikan tinggi tapi diperlakukan seperti babu. Berada di kantor dari pagi sampai tengah malam atau bahkan pagi lagi. Sedangkan si bos asik bersantai-santai dan beristirahat di rumah bersama keluarga atau dengan yang lain. Kalau bos makan enak belum tentu karyawan ikutan makan enak. Malah bisa jadi si bos makan enak berkat kerja keras si karyawan. Bos langsung naik pitam ketika kerjaan belum beres. Tanpa melihat betapa besar pengorbanan sang karyawan. Lembur di kantor mengabaikan kesehatan, mengabaikan keluarga, mengabaikan teman, mengabaikan kehidupan, mengabaikan segalanya. Semoga saja sang karyawan tidak mengabaikan Tuhan. Kamu ini terlalu baik atau bodoh? Memang sih antara baik dan bodoh bedanya tipis seperti cinta dan benci.
Lalu muncul kalimat, "Ya sudah, kalau begitu kamu jadi bosnya saja. Kamu yang perintah-perintah. Sekarang kamu bukan babu lagi kan."
"Iya, saya akan menjadi bos. Tapi saya tidak akan memperlakukan karyawan saya seperti babu." pernyataan tersebut melesat bak roket yang lepas landas.
Atau sebenarnya karyawan dan babu sama saja, hanya beda istilah.

Saturday, June 02, 2012

Quote

"Sabar dan dermawanlah seperti bumi. Dia kau injak, kau ludahi. Namun tak hentinya memberimu makanan dan minuman." _langit dan bumi sahabat kami_

Saturday, February 25, 2012

New Boss


Setiap orang memiliki karakter berbeda dan ini akan mempengaruhi gaya kepemimpinannya jika ia menjadi seorang pemimpin. Dan setiap orang memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Sudah menjadi tugas seorang pemimpin untuk dapat menuntun dan membantu orang-orang yang berada di bawahnya. Tapi apa yang akan terjadi jika hal tersebut hilang atau tidak dimiliki oleh seorang pemimpin. Kekacauan mungkin.

Kekacauan akibat kehilangan arah dan pegangan. Di saat mereka membutuhkan seorang pemimpin yang dapat memberikan masukan dan dijadikan panutan, ternyata yang ditemukan hanya seseorang yang dapat duduk dengan tenang. Sontak mereka akan kecewa dengan sosok pemimpinnya tersebut. Kekecawaan demi kekecewaan yang diperoleh akan berubah menjadi kemarahan.

Mungkin itu yang sedang aku alami sekarang. Seorang pemimpin baru yang tidak tau cara beradaptasi dan berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Tidak ada diskusi. Tidak ada wacana. Hanya tuntutan yang ada. Tuntutan akan sesuatu yang mungkin tidak dimengerti olehnya.

Akhirnya aku kembali menjadi seseorang yang kehilangan arah. Tidak tau harus memulai dari mana. Memiliki seorang pemimpin tapi seperti tidak memiliki pemimpin. Ibarat berjalan di sebuah lorong sempit tak bercahaya. Dan aku hanya bisa meraba jalan mana yang akan aku tempuh.


Thursday, February 09, 2012

Di Tepi Pantai

Anak-anak bermain ombak di tepi pantai ditemani orang tua. Muda-mudi bersenda gurau, tertawa lepas bersama teman serta sahabat. Mereka manyimpan momen tersebut ke dalam memori dan tidak akan melupakannya. Sebuah foto diambil untuk mengingatkan kembali bagaimana bahagianya mereka hari itu. Hari yang mungkin tak akan terulang lagi. Hari dimana mereka merasa bahagia dan bebas. Bebas dari beban hidup, karena yang terdengar hanya suara tawa diiringi deburan ombak.